Apa Kurang Berita, atau Memang Peluang Cari Duit Gede Buat Kelompok Tertentu?
Jakarta, dobeldobel.comYuddy Chrisnandi, Calon Ketum Golkar : “Saya tak bisa komentar banyak, tapiTapi, kita kan enggak mau, begitu ada (Tommy) yang masuk, (AD/ART) langsung diubah“ kita harus kembali kepada aturan-aturan dasar (AD/ART). Kita tak dapat menghalangi siapa pun yang mau maju menjadi calon ketum.
Fadel Mohammad, Gubernur sekaligus Ketua DPD Golkar Gorontalo : “Beliau (Tommy) bukan organisatoris dan belum punya latar belakang di Golkar. “
Jusuf Kalla, Wapres sekaligus Ketum Golkar : “Memiliki kartu tanda anggota (KTA) Partai Golkar juga tidak cukup untuk menjadi calon ketua umum. Akan tetapi, kalau ingin menjadi calon ketua umum DPP Partai Golkar, ia harus memenuhi syarat AD/ART. Syarat itu sudah baku karena sudah lama berlaku.”
Rusli Zainal, Gubernur Riau : “Kesempatan (Tommy) masih terbuka. Kami kasih kesempatan kepada kader terbaik.”
Muladi, Gubernur Lemhanas : “Kami terbuka (bagi Tommy), tapi kansnya cukup berat.”
Gak jelas siapa yang mengeluarkan pernyataan lebih dahulu. Rekan-rekan wartawan sendiri bergosip ria di Press Room DPR RI bilang bahwa tulisan Merdeka itu diambil saat Tommy ada Sentul, terus juga ada yang komentar, waawncara via telepon ko0k ke Mas Tommy... Halah... kayak gak tahu aja... ini kan cara media massa menaikkan pamor posisi kandidat Ketum Golkar buat Munas besok, yang artinya adalah duit besar buat para calon pendukung dari masing-masing DPD Golkar seluruh Indonesia.
Sekarang tinggal mau nggak, sang Pangeran Cendana itu bersiap-siap menggelontorkan duit yang buanyak untuk dibagikan kepada calon pendukungnya di masing-masing DPD. Asal tahu saja mereka bila telah mendapatkan "uang saku" dan mereka tidak memberikan dukungan suara penuh kepada Tommy maka sama saja mereka berurusan dengan maut. Siapa seh yang tidak tahu reputasi sang pengusaha tajir putra bungsu dan anak kesayangan mantan presiden almarhum Soeharto ini. Hakim Agung saja dilibas, apalagi kroco-kroco politisi Golkar yang mau bermain aneh-aneh... hmmm bakalan kena libas alias mendapat tiket ke akhirat (barang kali neh... Piss ya Mas Tommy... abis kesel aja neh sama politisi pragmatis yang sudah ngiler liat duit dari kantong orang lain.....)
Berikut petikan berita dari beberapa media massa Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS.com — Putra almarhum mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra, akan kembali masuk dunia politik dengan meramaikan bursa Ketua Umum DPP Partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Pekanbaru (Riau), 4-7 Oktober 2009.
"Sekarang saat yang tepat bagi saya untuk kembali ke politik, selain bisnis," kata Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal publik dengan nama Tommy Soeharto kepada pers di Jakarta, Selasa (18/8).
Dengan kesiapan Tommy masuk bursa ketua umum, maka persaingan merebut kursi kepemimpinan di Partai Golkar akan lebih sengit. Munas akan mengganti Ketua Umum Partai Golkar saat ini, Jusuf Kalla.
Empat tokoh Golkar sudah lebih dahulu menyatakan kesiapan untuk menggantikan JK dan sudah menggalang kekuatan ke daerah, yaitu Ketua Dewan Penasihat Surya Paloh, anggota Dewan Penasihat Aburizal Bakrie, dan Ketua Departemen Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi (OKK) DPP Partai Golkar Yuddy Chrisnandy serta fungsionaris Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan.
Tommy menyatakan, dirinya berpeluang menjadi pimpinan Partai Golkar, apalagi selama ini tidak pernah keluar dari Golkar dan sampai saat ini masih menjadi anggota partai ini. Ia mengaku belum pernah melepas kartu keanggotaan Partai Golkar. Karena itu, sebagai kader, dia berhak mencalonkan diri sebagai ketua umum partai. "Target saya memang harus tinggi, termasuk dalam dunia politik," katanya.
Menurutnya, setelah absen selama 10 tahun dari dunia politik, maka dirinya merasa terpanggil untuk kembali lagi ke Golkar. Golkar merupakan partai yang tepat dan paling cocok dengan panggilan jiwanya.
Tanggung jawab moral
Pengusaha dan politisi kelahiran 15 Juli 1962 ini mengatakan, kesiapannya menjadi pimpinan Partai Golkar bukan hanya karena tidak pernah melepas keanggotaan partai, melainkan juga komunikasi yang terus-menerus dengan kalangan elite Golkar walaupun selama 10 tahun terakhir tidak terlalu aktif beraktivitas di partai.
Tommy mengungkapkan, sudah lama didekati elite Golkar untuk aktif kembali membesarkan partai. Terakhir Satuan Karya (Satkar) Ulama DKI, sayap keagamaan Partai Golkar yang dipimpin Asraf Ali mengusulkan agar Munas Golkar memilih Tommy sebagai ketua umum.
Silaturahim itu dilanjutkan dengan pendekatan oleh Ketua Partai Golkar DKI Jakarta Ade Surapriatna. Komunikasi dan lobi intensif juga sering dilakukan dan makin intensif seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan munas.
Tommy yang masih memimpin grup bisnis PT Humpuss juga mengungkapkan prihatin atas situasi dan perkembangan bangsa akhir-akhir ini yang terancam perpecahan karena berbagai faktor, termasuk campur tangan asing dalam banyak bidang.
Ketika ditanya mengenai sikapnya jika dalam perebutan kursi ketua umum di munas mengalami kegagalan, Tommy mengaku akan tetap berjuang merebut posisi tertinggi. "Kalau tidak, bisa negosiasi. Bukankah politik itu bagian dari negosiasi dan kompromi. Bisa saja saya memperkuat di barisan pengurus pusat atau DPP," katanya
--------------------------------------------
Buat yang ekstrim tulisannya dan sedikit berani ini dia tulisannya:
Tommy Soeharto:
Golkar, Koruptor & Pembunuh Hakim Syafiuddin Kartasasmita
Dalam berbagai headline berita media massa, nama Tommy Soeharto mencuat ke permukaan ditengah hiruk pikuk pasca pilpres, kasus Noordin M Top, bencana gempa sahut menyahut dari satu daerah ke daerah lain, hingga perayaan HUT RI ke-64. Anak bungsu mantan penguasa Orde Baru ini hangat dibicarakan karena ia akan mencalonkan diri sebagai ketua umum Partai Golkar, partai yang menjadi salah satu dari 3 alat politik bapaknya ketika menjadi Presiden RI ke-2 (ABG : ABRI, Birokrat dan Golkar).
Saya cukup terperanjat Tommy berniat menjadi orang nomor 1 di partai beringin bukan semata karena ia adalah putara penguasa yang korup sekaligus diktator, bukan juga karena cap ‘play boy‘ terhadap dirinya sehingga istrinya keturunan bangsawan (Tata) bercerai dengan dirinya. Namun, saya terperanjat karena Tommy Soeharto adalah seorang mantan ‘pesakitan’. Ia ’sakit’ karena ketika bapaknya menjadi presiden, ia menikmati uang negara alias korup atas berbagai fasilitas dan proyek. Dan salah satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah Tommy Soeharto merupakan aktor intelektual pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Berbeda dengan ‘kegelisahan’ saya, beberapa elit Golkar justru tampak sekali ‘welcome‘ atas rencana kedatangan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto di partai pohon beringin tersebut. Para kader golkar bahkan mengelu-elukan bahwa keinginan mantan napi Nusa Kambangan menjadi calon Ketum Golkar merupakan petanda bahwa Golkar memiliki begitu banyak kader muda yang ‘potensial’. Atau bahasa simpelnya, Tommy merupakan salah satu calon Ketum Golkar yang ‘mantuaap‘.
Dalam AD/ART Partai Golkar menetapkan syarat bahwa seorang calon Ketum Golkar harus pernah menjabat sebagai pengurus aktif (Ketua DPP) setidaknya 1 periode (5 tahun). Dan dari poin ini saja, Tommy sudah diskualifikasi. Namun, anehnya dari sejumlah kader Golkar ketika ditanya wartawan media massa, justru melempar sebuah wacana bahwa persyaratan ketum Golkar dalam AD/ART tersebut boleh saja diubah atau diganti, sehingga Tommy Soeharto tidak terdiskualifikasi. Hm…. ???
Berikut beberapa pernyataan kader/petinggi Golkar yang secara tidak langsung “mengharapkan” Tommy, sang mantan koruptor dan pembunuh dapat menduduki kursi Ketum Golkar.
Berdasarkan AD/ART, jelas Tommy yang belum pernah menjadi pengurus pusat (DPP) Golkar tidak memiliki karcis menuju kursi calon Ketum Golkar. Dari bahasa kounikasi tiga kader/petinggi Golkar yang terakhir, mereka tampaknya kurang begitu welcome, meskipun mereka tetap basa-basi mengatakan bahwa tetap mengatakan bahwa pada prinsipnya kalau Tommy memenuhi persyaratan (pernah mengurus Golkar, bukan meyinggung status mantan terpidana), dia atau siapa pun bisa memiliki kesempatan untuk turut serta mencalonkan diri sebagai ketum Golkar. (Meskipun mantan koruptor dan pembunuh??)
Bila ada kader Golkar yang senang atas ‘kedatangan’ Tommy, tentu mungkin mereka masih beranggapan bahwa Golkar ada berkat jasa Soeharto. Golkar bisa eksis karena adanya kekuatan uang dan penguasa yang bekerja. Dan sosok Tommy mungkin masuk dalam kriteria tersebut, disamping bahwa Tommy mungkin memiliki kapitalisasi untuk mendongkrak para ‘pemuja’ pak Harto. Tidak bisa dipungkiri bahwa masih begitu banyak rakyat yang masih sangat bersimpati dengan sosok (Alm) Soeharto, karena mereka rindu dengan pemerintahan Soeharto yang stabil, ekonomi baik, keamanan terjaga, swasembada beras dan lain-lain, tapi lupa…..
Namun, bagi saya sebagai anggota himpunan diluar dari partai politik manapun, saya sebenarnya tidak peduli apakah AD/ART Golkar akan diubah atau tidak atas kehadiran Tommy, yang pasti itu adalah urusan internal Golkar!. Siapa saja kader Golkar yang senang dan kurang senang dengan wacana pencalonan Tommy, jelas itu kepentingan internal Golkar! Biarlah mereka urusin sendiri, sibuk sendiri denan kepentingan mereka sendiri! Yang jelas, masih terbaca bahwa masih banyak petinggi Golkar yang hanya bervisi kekuasaan belaka dengan ‘pikiran’ uang sebagai “tuhan” dalam berdemokrasi. Dan bila tabiat kader Golkar masih dibawah ‘penjajahan uang’, maka AD/ART bisa diubah, dan yang bertarung adalah para konglomerat yakni Abu Rizal Bakrie dengan lumpurnya serta Tommy dengan korupsi serta pembunuhannya. Sedangkan, Surya Paloh si pemilik Media Group, Yuddy Chrisnandi dengan visi mengubah Golkar hanya menjadi penonton saja!
-----------------------------------------------------------
Tommy Soeharto, Terpidana Koruptor hingga Pembunuh
Berbeda dengan para kader G0lkar di atas, dalam wacana ini, saya jauh lebih memperhatikan kasus hukum yang pernah dijalanin Tommy yakni serangkaian korupsi serta pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Dari berbagai kasus yang pernah dihadapi Tommy, saya hanya akan mengambil salah satu kasus Tommy yakni kasus korupsi PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog yang merugikan keuangan negara Rp 96 miliar. Kasus ini melibatkan Beddu Amang dan Ricardo Gelael. Kasus ini menjadi tragis tatkala, Hakim Agung yang sedang mengadili kasus korupsi Tommy tewas ditembak oleh suruhan Tommy.
April 1999, terdakwa Tommy Soeharto menjalani persidangan kasus korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun entah bisikan/intervensi apa, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan vonis bebas atas Beddu Amang (April 1999), Tommy Soeharto dan Ricardo (Oktober 1999) karena alasan tidak ditemukan bukti-bukti kuat.
Keputusan Majelis Hakim PN Jaksel yang pincang ini kemudian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fachmi SH, mengajukan kasasi atas dibebaskannya Tommy dan Ricardo Gelael ke Mahkamah Agung pada November 1999. Setahun kemudian, 22 September 2000, Majelis Hakim Mahkamah Agung, yang diketuai M Syafiuddin Kartasasmita mengabulkan kasasi oleh JPU Fachmi SH sekaligus memutuskan menghukum Tommy dan Gelael masing-masing dengan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp30,6 miliar atas dakwaan perkara korupsi tukar guling tanah gudang beras milik Bulog di kawasan Kelapa Gading ke PT GBS.
Keputusan Majelis Hakim MA yang diketuai oleh M Syafiuddin Kartasasmita tentu merupakan tamparan keras bagi martabat ‘pangeran’ dinasti Soeharto. Tommy ogah mau disentuh oleh petugas Lapas. Ia lalu meminta grasi (bahkan dikabarkan menyogok) kepada Presiden Gus Dur, namun Gus Dur tidak mau memberi grasi. Gagal minta bantuan kepada Gus Dur, Tommy mengajukan PK atas putusan MA, namun sekali lagi ditolak. Setelah ditolak, maka tidak ada alasan lagi, Tommy untuk bersenang-senang diluar. November 2000, JPU siap mengeksekusi Tommy ke sel tahanan, namun Tommy berhasil kabur.
Mulai 10 November 2000, Tommy Soeharto menjadi burunan polisi. Tommy merasa terpojokkan, apalagi Bapaknya sudah tidak berkuasa lagi. Tommy mencari akal dan berusaha menggunakan kekuatan yang selama ini dimilikinya agar ia bebas dari jeratan hukum. Lalu, selama menjadi buronan, Tommy menyiapkan rencana untuk membunuh para hakim agung yang ngotot menghukumnya. Salah satu sasaran utama adalah ketua Majelis Hakim Agung MA yakni M Syafiuddin Kartasasmita. Juli 2001, Tommy Soeharto merekrut dua pembunuh bayaran, memberi senjata api sekaligus uang Rp 100 juta untuk mengeksekusi ‘musuh’ pertamanya yakni Hakim Syafiuddin K. Dan tepat 26 Juli 2001, dua eksekutor bayaran yakni Mulawarman dan Noval Hadad menembak mati Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. (Kronologi lengkap Rencana Pembunuhan Tommy Soeharto terhadap para hakim Agung, dapat baca di Gatra). Syafiuddin dihantam oleh 4 peluru pesanan putra kesayangan Pak Harto.
Baru pada tanggal 28 November 2001, polisi akhirnya menangkap Tommy di kawasan Pondok Indah- Jakarta . Atas dakwaan pembunuhan seorang hakim agung yang begitu tragis, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh Amirudin Zakaria pada Juli 2002 memvonis (hanya) 15 tahun penjara kepada Tommy. Hukuman yang berbeda dan sangat diskriminatif, jika kita membandingkan vonis hukuman mati terhadap Gunawan Santosa, aktor intelektual pembunuhan Direktur PT Asaba Boedyharto Angsono dan pengawalnya, anggota Kopassus, Prada Edi Siyep. Padahal dari sisi pelanggaran KUHP, baik Gunawan maupun Tommy sama-sama terjerat pasal KUHP yang sama dalam pembunuhan berencana. Bahkan, Tommy membunuh seorang pejabat negara, seorang hakim agung, sedangkan Gunawan hanya seorang direktur perusahaan. Dimanakah artinya adil dalam ‘wacana’ HUKUM????
Darah kematian seorang hakim agung (Alm) Syafiuddin Kartasasmita sama sekali tidak mendapat tempat dan perhatian yang ‘mulia’ oleh Mahkamah Agung (MA) era Presiden SBY. Pada 6 Juni 2005, MA yang baru menerima kasasi Tommy lalu memberikan vonis lebih ringan pada Tommy yakni 10 tahun penjara (atas dakwaan pembunuhan berencana). Dan di masa pemerintahan pak SBY pula, seorang pembunuh pejabat negara (seorang hakim agung (Alm) Syafiuddin Kartasasmita) dibebaskan dari balik jeruji pada 30 Oktober 2006. Seorang terpidana koruptor dan pembunuh berencana kepada pejabat tinggi negara hanya dipenjara 4 tahun (2002-2006)!. Tapi, jika para pelaku pembunuh bukan berasal dari penguasa/pejabat, maka mereka dapat dijatuhi hukuman mati, atau setidaknya 20 tahun penjara.
Kepada siapa saya bertanya arti “persamaan hukum setiap warga dalam UUD 1945″?
Masih ada nilai UUD 1945 bagi rakyat yang ‘terjajah’?
Dan…. untuk (Alm) Syafiuddin Kartasasmita dan keluarganya, kalian-kalian memang bukan warga negara yang sudah merdeka!
Dan…Gunawan Santosa… memang Anda bukan siapa-siapa, dan hanya memang hanya seorang terpidana mati kasus Direktur PT Asaba Boedyharto Angsono. Dan jangan samakan Anda dengan Tommy Soeharto, karena pada hakikatnya oknum pejabat hukum kita memang melihat ‘uang dan kekuasaan’, bukan semata kasus pembunuhan!
Pemerintah dan penyelenggara negara hanya ikut menonton sandiwara hukum!
*******************
Tidak usah saya simpulkan, apakah Tommy Soeharto pantas menjadi calon Ketum Golkar yang mana sekitar 15 juta orang memberi suara pada pileg 2009. Dan bila ada kader-kader Golkar merasa senang dan bangga atas pencalonan Tommy Soeharto sebagai calon Ketum Golkar, maka akan tambah yakin saya bahwa Golkar saat ini *****
Mantan napi, sempet jadi buron, mau dijadiin pemimpin. Lha iya kalo Nelson Mandela gitu masuk penjara gara-gara ketidak adilan, kalo Tommy bukannya jelas-jelas karena dia kriminal?! N ada yang coba belain dengan alasan “Tommy sudah membayar kejahatannya”, tapi membayar apa? atau membayar siapa dia? orang grasinya bwanyak kaya gitu! Lagian kalo dia benar-benar punya itikad buat membayar kejahatannya ngapain dia buron?! Welweh wellwehhh, makanya Indonesia tuh negara yang “AJAIB”, Golkar juga teramat sangat amat benar-benar ga tau malu BANGET!!
ReplyDeleteMoney talks…
ReplyDelete