Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menilai ada rencana tersembunyi yang berbahaya terkait pemilihan orang-orang yang kontroversial dalam kabinet 2009-2014. Rencana itu menurut Boni, bisa terkait dengan pencitraan SBY setelah 2014.
“Nampaknya SBY memilih orang-orang yang tidak kredibel atau ada yang kredibel namun ditempatkan di tempat yang sama sekali bukan bidangnya itu bertujuan agar dirinya tetap menjadi yang terbaik di antara bawahannya,” papar Boni di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/10/2009).
Dengan begitu, sambung dia, maka pada 2014 nanti ada opini yang akan dikembangkan bahwa tidak ada anak bangsa yang lebih baik daripada SBY.
“Kepemimpinannya juga harus dilanjutkan pasca 2014 melalui amandemen kelima UUD 45,” ujar Boni.
Boni mencontohkan, ada tiga orang dari parpol dalam pemilu lalu yang gagal menjadi anggota DPR dan DPD. “Orang-orang yang tidak diinginkan rakyat ini diangkatnya menjadi menteri,” kata dia.
SBY, imbuh dia, tahu persis bahwa dengan memiliki bawahan-bawahan berkemampuan standar, maka dirinya saja yang bisa eksis dan dihormati sebagai pemimpin yang terbaik.
“Tengok saja ada Patrialis Akbar yang gagal menjadi anggota DPD, kemudian diplot menjadi menkum HAM. Terus ada Agung Laksono yang diangkat menjadi Menko Kesra. Ini kan aneh, orang yang gak disukai oleh rakyat disuruh ngurusin rakyat. Terus ada juga Wasekjen PKB, Helmy Faishal yang juga tidak terpilih pada pemilu lalu dan tidak jelas track recordnya, juga diangkat jadi menteri,” tambah Boni.
SBY kelihatannya tahu persis peta kader-kader potensial dari partai pendukung, sehingga hanya orang-orang “kacangan” yang diambil oleh SBY dan bukan kader terbaik partai. Boni pun menyayangkan sikap para petinggi partai yang tidak menyadari hal ini dan menjadi pion yang dimainkan tanpa sadar.
“Lihat saja ada banyak nama di tubuh PKS yang lebih memiliki kapasitas sebagai menteri dengan latar belakang pendidikan yang tinggi serta dari kalangan generasi muda, tapi ini tidak dilirik kan oleh SBY. SBY justru mengambil yang tua-tua karena yang tua-tua ini tidak akan menjadi saingannya kelak. Itu baru PKS, belum lagi dengan PKB, PAN, PPP serta Golkar yang terakhir. Seluruh kader yang diambil oleh SBY bukanlah kader terbaik,” imbuhnya.
Di kalangan internal PD atau para pendukung SBY pun sama. SBY menganggap kader terbaik dari Partai Demokrat akan berbahaya dan mengalahkan SBY jika diberi pos yang strategis.
“Contohnya adalah Andi Malarangeng yang ditempatkan menjadi Menteri Pemuda dan Olah Raga. SBY tahu dia harus memberi jatah bagi Andi, namun jatah itu janganlah posisi yang bisa membuatnya bersinar. Maka diletakkan lah Andi di Menpora, jadi hutangnya pada Andi lunas, sekaligus meredupkan sinar Andi. Kalau SBY memang mau menjadikan Andi salah satu tokoh, kan mestinya dia ditempatkan di posisi yang lebih pas, sebagai Mensesneg ataupun Sekab karena dia juga sudah berpengalaman di sana,” tegasnya.
Nasib serupa juga menimpa kedua adik Andi Mallarangeng. SBY membuat mereka seperti tokoh-tokoh politik yang dibenci rakyat, sehingga mereka yang dikenal sebagai pengkhianat ulung semakin dibenci oleh rakyat dan tidak mungkin bisa berkiprah jika tidak berada dibawah ketiak SBY.
SBY juga cerdas dalam berstrategi untuk menempatkan orang-orang tua di sekitarnya. “Dia jadikan Djoko Suyanto menjadi Menko Polhukam. Dia tahu nasib dan popularitas Djoko tidak akan jauh berbeda dengan Widodo AS yang redup begitu selesai menjabat. Jadi tidak mungkin Djoko kemudian menjadi saingannya kelak. Begitu juga Hatta Rajasa yang orang teknis. Jika dia ditempatkan di bidang teknis tentunya dia akan berkibar juga. Namun dia justru ditempatkan sebagai Menko Perekonomian, di mana dia tidak bisa bekerja maksimal,” paparnya.
Boni pun berani bertaruh, mantan ketua dewan pakar tim sukses SBY-Boediono yang juga pengamat politik yang cemerlang Bima Arya Sugiarto tidak akan mendapatkan porsi apapun dalam kabinet mendatang.
“Banyak orang mengira bahwa Bima akan ditempatkan menjadi juru bicara presiden karena penampilannya yang menarik, cerdas, lulusan luar negeri, dan santun dalam berbicara, tapi saya bertaruh justru karena kelebihan-kelebihannya itu Bima tidak akan mendapatkan posisi itu.
Jika Bima ditempatkan di posisi itu, maka akan berkibar kariernya dan itu yang tidak diingikan oleh SBY,” jelasnya.
Analisa lainnya menurut Boni, juga bisa dilihat dari dukungan kepada orang-orang yang menjadi ketua lembaga tinggi Negara seperti MPR, DPD, dan bahkan pada Partai Golkar. “MPR kita tahu TK melakukan blunder ketika menjadi ketua MPR, ini diketahui persis oleh SBY dan TK pun kemudian menjadi bulan-bulanan. Demikian juga dengan ketua DPD yang tidak akan bersinar dan biasa-biasa saja,” kata dia.
Sementara untuk Golkar, SBY lebih mendukung Aburizal Bakrie yang bermasalah dengan Lapindo. Jadi ini memang strategi yang sangat cerdas dengan mengunci semua simpul yang bisa menurunkan popularitasnya.
Jika SBY tidak mungkin lagi berkiprah pada 2014 karena mungkin kuatnya penolakan untuk mengamandemen UUD terutama yang terkait masa jabatan presiden, maka bisa jadi pula hal kemudian bisa dilimpahkan bagi keuntungan karier politik kedua putranya.
“Yah kalau diri sendiri tidak bisa, paling tidak hal itu akan berguna bagi kedua anaknya. SBY tentunya tidak menginginkan ada anak muda yang cerdas dan bersinar berada dalam pemerintahannya saat ini karena jika mereka dimasukkan maka nama mereka tentunya akan sangat popular dan justru kontraproduktif dan berdampak jelek bagi karier politik kedua putranya itu kelak. SBY tentunya menginginkan minimal salah satu putranya dapat mengikuti jejaknya kelak,” tandasnya.
No comments:
Post a Comment