- 29 Januari 2009
-
Selain kabar Rapat Kerja Nasional PDIP di Solo, ada sebuah berita menarik dari perkembangan politik ditanah air, berita berasal dari kubu Golkar. Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan hari Rabu (28/1), Golkar bisa mempunyai opsi memprakarsai sebuah poros alternatif. Walau belum merupakan keputusan partai, wacana ini akan disampaikan kepada pimpinan Golkar se Indonesia untuk mengantisipasi persaingan antara Kubu Mega dan SBY. “Bisa saja rapat konsultasi itu menelorkan formula-formula politik baru dari partai Golkar. Saya menyampaikan ijtihad politik untuk menghadapi dua kutub, blok M dan blok S. Ini bisa jadi dilakukan sebagai sebuah opsi,” ujar Priyo. (Kompas.Com 28/1).
Priyo menyampaikan apabila jika poros ini muncul, akan mengusung calon di luar Mega dan SBY. “Golkar siap memimpin poros itu. Tapi tidak elok kalau saya menyebutkan nama. Hanya, ini masih lontaran karena saat ini opsi Golkar masih ingin meneruskan duet SBY-JK,” ujarnya. Komunikasi dengan partai-partai menengah, dikatakan Priyo, sudah dilakukan tanpa sepengetahuan pers. Ketua Fraksi PKS Mahfudz Sidik menyambut baik wacana tersebut dan mengatakan bahwa PKS akan menyambutnya. “Poros alternatif bisa berbasis partai papan tengah, atau berbasis capres. PKS siap menjadi lokomotif atau gerbongnya,” kata Mahfudz.
Mengapa mendadak petinggi Golkar mengeluarkan pernyataan tersebut?. Dari beberapa pernyataan elit Golkar, kini dapat terbaca jelas bahwa di internal Golkar terdapat beberapa keinginan yang kemudian mengkristal menjadi faksi, yaitu faksi Surya Paloh yang menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDIP, Faksi yang tetap menjaga pasangan SBY-JK disuarakan oleh Muladi, Faksi Sultan yang berhasrat bergabung dengan Megawati, Faksi yang tergabung dalam Fraksi di DPR dengan tokoh Priyo Budi Santoso, Faksi mantan Ketua Umum Akbar Tanjung, Faksi “hasrat” yaitu mereka yang berhasrat maju menjadi Capres, terdiri dari Yuddy Chrisnandi, Fadel Muhammad, Marwah Daud, terakhir Faksi yang setia kepada Partai Golkar “pejah gesang nderek Golkar”.
Partai Golkar kini nampaknya bukan lagi partai yang terlalu solid, beberapa elitnya ada yang berjalan sendiri-sendiri. Memang wajar dalam berpartai seseorang akan mendasarkan pemikirannya kepada kepentingan, kepentingan perorangan, kepentingan kelompok, baru kepentingan partai. Ketua Umum Yusuf Kalla yang kini masih menjabat sebagai Wakil Presiden, posisinya terlihat demikian terjepit, disatu sisi dia harus menjaga posisinya di pemerintahan, sesuai kontrak politik dengan SBY hingga akhir pemerintahan. Sementara dilain sisi dia harus berperan sebagai Ketua Umum Parpol yang menjadi saingan partainya SBY. Oleh karena itu maka JK mau tidak mau harus bertindak bijaksana, khususnya dalam menghadapi keinginan para elitnya yang juga mempunyai kepentingan, ambisi dan pemikiran masing-masing.
Oleh karenanya JK terlihat membiarkan “gerakan kemauan” dari beberapa elitnya, semuanya diberinya toleransi selama tidak menghancurkan partai. Akan tetapi disadari ataupun tidak kondisi inilah yang menurunkan “nilai” kepemimpinannya di Golkar. Kodal (komando dan kendali) yang cukup ketat terjaga di Golkar hingga kepemimpinan Akbar Tanjung kini mulai kendur. Kepemimpinan JK dinilai lemah, terlalu menurut kepada kemauan SBY, hingga meunculkan pemberontakan halus dikalangan anak buahnya. Nah, kini kemunculan wacana “poros alternatif” dari Priyo merupakan angin segar bagi Golkar. Memang dari hasil survei beberapa lembaga survei, elektabilitas Golkar berada pada posisi ketiga dibawah Partai Demokrat dan PDIP. Tetapi dengan ide dan keberanian Priyo, bukan tidak mungkin partai ini kembali akan naik peringkatnya mengungguli PDIP dan Demokrat.
Sementara ini wacana tadi mulai disambut oleh salah satu petinggi PKS, Ketua fraksi PKS Mahfudz Sidik, keduanya berada diposisi yang sama sebagai ketua fraksi. Benar yang dikatakan Priyo, telah ada pembicaraan dan loby politik di Gedung DPR, dan mungkin bukan hanya dua partai itu saja yang telah berbicara. PPP terlihat juga sudah melakukan anjangsana ke Golkar. Dari posisi Golkar dan PKS pada survei Desember 2008, paling tidak sementara ini bisa dikantongi angka perkiraan sedikit diatas 20% suara, belum lagi nanti apabila ada parpol lainnya yang bergabung. Persyaratan Undang-Undang Pilpres yang mensyaratkan angka 25% kelihatannya akan dapat dipenuhi dan bukan hanya sekedar angan-angan. Semangat poros alternatif apabila terwujud akan memunculkan capres alternatif, kelihatannya dari Golkar atau PKS. Kedua partai tidak harus tergantung kepada kubu SBY atau Mega sebagai “ban serep” yang diatur-atur. Keduanyalah yang akan mengatur sebagai jangkar koalisi. Ini dapat dinilai sebagai ide yang hebat dan bisa merubah peta politik yang tadinya mulai terbentuk dalam dua kubu.
Masalahnya kini, jalan dari Priyo dan Mahfudz masih akan terasa berat, terutama di Golkar. Persaingan kepentingan dan kemauan beberapa tokohnya terlalu besar, mereka bahkan terasa kurang memikirkan kepentingan partainya. Apabila hal ini tidak cepat disadari dan kondisi diambangkan terus, diperkirakan suara Golkar akan tambah “anjlog”. Oleh karenanya wacana Priyo kini merupakan sebuah alternatif terbaik bagi Golkar. Deal dengan PKS yang hingga kini belum menentukan sikap politik akan lebih mudah direalisasikan, capres dari Golkar atau dari PKS, tergantung siapa yang lebih besar perolehan suaranya.
Bagi PDIP dan Partai Demokrat, wacana ini kembali harus dihitung dengan cermat, terutama dalam ketentuan syarat pengajuan calon, masalah ini yang paling “crusial” dan sangat perlu diperhatikan. PDIP hingga kini belum mengadakan “deal” dengan parpol manapun, Demokrat kelihatannya sudah memiliki gambaran akan mendapat dukungan dari PKB (Muhaimin). Jadi jangan sampai sekarang diberitakan ramai dengan semangat yang besar, pada hari “H” tidak mampu memenuhi persyaratan pengajuan capres.
Dengan demikian maka bagi parpol dengan suara yang diperkirakan kecil tidak perlu terlalu khawatir, mungkin saja suaranya walau kecil akan sangat berguna bagi parpol besar dalam memenuhi persyaratan tadi. Yang dibutuhkan parpol besar kini adalah komunikasi aktif serta pendekatan yang lebih serius dalam menghadapi pilpres yang sangat rawan dan menakutkan dengan beratnya persyaratan. Yang perlu diingat, pemilu dan pilpres itu bukan hanya untuk menang-menangan dan berkuasa saja, mudah-mudahan para elit politik masih ingat bahwa pesta demokrasi ini dalam rangka mencari wakil rakyat dan pemimpin nasional yang akan membawa bangsa ini menuju cita-citanya “masyarakat yang adil dan makmur. toto tentrem kerta raharja”. Semoga.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
- 8 Januari 2009
-
Aksi unjuk rasa anti Israel yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 2 Januari lalu ternyata diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Hasil pleno, kami sepakati demo PKS itu adalah kampanye dalam bentuk lain (rapat umum),” kata anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo di Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (7/1/2009). Sementara itu secara tegas anggota Bawaslu Wahidah Suaib di Gedung KPU mengatakan ”Dalam tiga hari ke depan akan kami laporkan ke polisi.
Sesuai dengan peraturan KPU No 19/2008, kampanye berbentuk rapat umum baru akan dimulai pada 16 Maret 2009 mendatang. Dalam kasus demo anti Israel dengan mengerahkan massa, PKS disinyalir mencuri start kampanye. Wahidah menyatakan tindakan PKS tersebut telah melanggar ketentuan jadwal kampanye yang telah dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).Pasalnya,saat ini baru diperbolehkan kampanye berbentuk rapat umum dengan massa tidak lebih dari 1.000 orang.
Beberapa unsur pelanggaran yang dilakukan PKS,di antaranya ada beberapa calon anggota legislatif (caleg) PKS yang berorasi, menggunakan atribut PKS seperti bendera partai bernomor urut 8, dan ada penyampaian visi-misi PKS terkait kebijakan politik luar negeri. Jika memang murni unjuk rasa,menurut Wahidah, seharusnya PKS tidak memasukkan unsur kampanye di dalamnya. ” Bukan kita tidak setuju demo tentang Palestina. Kita tentu setuju,tapi mengapa demo itu dimanfaatkan untuk kampanye?” . Wahidah mengaku, Bawaslu khawatir tindakan PKS tersebut akan memicu munculnya kampanye terselubung dari partai politik (parpol) lain. Akibatnya, parpol peserta Pemilu 2009 justru akan menggunakan setiap momen unjuk rasa untuk unjuk kebolehan dan berkampanye. Sementara itu, oleh Ketua Panwaslu DKI Jakarta Ramdansyah, PKS juga diduga melakukan pelanggaran pidana pemilu yang tercantum dalam Pasal 84 ayat 1 butir (e) UU 10/2008 tentang Pemilu yang berisi mengganggu ketertiban umum.
Menurut Bambang, Panwas DKI Jakarta telah mencoba menggelar perkara dengan Polda Metro Jaya seputar demo PKS itu, namun ditolak. “Katanya polisi tidak bisa membuktikan adanya unsur kesengajaan bahwa PKS itu kampanye,” pungkas Bambang.
Menanggapi langkah Bawaslu ini, Presiden PKS Tifatul Sembiring menyatakan aksi yang dilakukan PKS bukanlah dalam rangka kampanye, melainkan aksi kemanusiaan. ”Ini (aksi PKS) adalah masalah kemanusiaan dan ini universal, bukan kampanye.Kalau kampanye,mengapa jalan dari Bundaran HI ke Kedubes AS,” jelasnya. Mengenai orasi yang dilakukan sejumlah caleg PKS,Tifatul mengatakan bahwa hal itu pun masih terkait dengan tema unjuk rasa,yakni mengutuk tindakan Israel dan meminta menghentikan pembantaian. Bahkan, menurut Tifatul dalam orasi itu tidak sedikit pun menyinggung atau mengajak masyarakat untuk memilih PKS dalam Pemilu 2009. ”Tidak ada unsur kampanye,kami sudah izin kepolisian. Kalau dinilai kampanye, tentu polisi sudah menghentikannya.”
Demo yang anti Israel tersebut terjadi pada tanggal 2 Januari 2009, mereka secara resmi memulai aksi pukul 13.15 setelah ibadah shalat Jumat. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengerahkan 200 ribu lebih massanya berdemonstrasi di pusat kota Jakarta, dipusatkan di bundaran Hotel Indonesia, kemudian massa bergerak mengular memenuhi satu sisi jalan menuju Kedutaan AS di Merdeka Selatan. Ketika ujung massa sudah sampai di depan Kedutaan Besar AS, barisan aksi yang paling belakang masih berada di bundaran HI. Massa yang juga terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak itu melumpuhkan jalan Thamrin sejauh tiga kilometer sejak Bundaran Hotel Indonesia sampai depan gedung Indosat. Salah satu panitia aksi Suryama M Sastra menjelaskan kader-kader itu datang dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. ”Undangannya melalui jalur internal partai dan pengumuman terbuka di masjid-masjid,” katanya.
Dalam orasinya, Tifatul mengingatkan bahwa masalah Palestina adalah masalah kemanusiaan. ”Ini masalah semua umat, bukan hanya umat Islam. Tapi, ini adalah kekejaman anti kemanusiaan oleh Israel,” katanya.
Karena itu, mendukung perjuangan Palestina layak dilakukan siapa saja. Tifatul juga mengingatkan pemerintah AS agar mengubah dukungannya pada Israel. ”Obama, jangan kau ulangi kesalahan Bush. Kami akan selalu mengamatimu,” kata Tifatul di depan Kedubes AS. ”Kami akan terus beraksi di seluruh Indonesia,” katanya. Aksi yang berakhir pukul 16.00 itu diakhiri dengan doa oleh Menpora Adhyaksa Dault, yang sempat menangis.Memang PKS sejak awal masa kampanye terlihat sebagai partai yang berani, setelah mengumumkan 8 capres, membuat iklan kontroversi pahlawan, kini menggunakan momentum anti Israel, yang juga didemo dibanyak negara. Pada demo tersebut Tifatul sebagai Presiden PKS turun langsung memimpin. Dalam pernyataannya yang mengatakan bahwa ”Ini masalah semua umat, bukan hanya umat Islam”, PKS ingin menunjukkan bukan hanya memperhatikan dan berjuang untuk umat Islam saja tetapi juga umat lainnya, artinya PKS adalah benar partai yang terbuka.
Langkah-langkah brilian seperti ini yang harus diwaspadai oleh parpol-parpol lainnya, terlebih memang keberanian PKS kurang dimiliki oleh parpol peserta pemilu lainnya. Perkara dituntut oleh Bawaslu, itu hanyalah sebuah risiko yang pasti sudah diperhitungkan oleh Tifatul, tetapi dibandingkan dengan hasil psikologis yang didapat, yaitu simpati masyarakat, PKS tetap untung. Inilah dinamika politik, ketua parpolnya masih muda bung! Siapa takut kata mereka!!
PRAYITNO RAMELAN. Guest Blogger Kompasiana.
Bawaslu Akan Melaporkan PKS Ke Polisi Perkara Demo
- 31 Desember 2008
-
Dalam diskusi Evaluasi Akhir Tahun dan Prediksi 2009 di Jakarta, Selasa (30/12), Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) Husin Yazid menyampaikan hasil survei yang dilakukan antara tanggal 24 November-3 Desember 2008 dengan 1.355 responden, PDIP mendapat angka 24,30 persen, Partai Demokrat (19,44 persen), Partai Keadilan Sejahtera (14,21) dan Partai Golkar (11,96).
Menurut Husin, posisi PDIP di urutan teratas disebabkan antara lain karena iklan politik sembako murah sehingga mendongkrak popularitas partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu, sedang PD sebagai pendukung utama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduduki urutan kedua , karena faktor pencitraan partai itu yang didukung dengan kebijakan populis pemerintah SBY, seperti penurunan harga BBM dan bantuan tunai langsung (BLT).
Yang cukup mengejutkan adalah hasil survei yang menempatkan PKS pada posisi ketiga diatas Partai Golkar, dimana Golkar dalam beberapa hasil survei agak merosot dan selalu berada diposisi ketiga. Dalam beberapa survei yang dilaksanakan oleh beberapa lembaga survei, PKS selalu berada dibawah ketiga partai unggulan, diperkirakan hanya akan menduduki peringkat parpol papan tengah. Tetapi kini ternyata PKS dalam survei ini menunjukkan dirinya bergerak keatas dan masuk parpol jajaran papan atas. Dibandingkan empat lembaga survei yang juga melakukan survei dalam tengat waktu November-Desember 2008, nampak terdapat perbedaan hasil survei tersebut.
Hasil Survei Reform Institute pada September-Desember 2008 ; Partai Demokrat (26,36%), PDIP (17,8%), Partai Golkar (14,16%). Hasil Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada November 2008 ; Partai Demokrat (16,8%), Golkar (15,9%), PDIP (14,2%). Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia pada 5-15 Desember 2008 ; PDIP 31%, PD 19%, Partai Golkar 11%. Hasil Survei Lembaga Survei Nasional (LSN) pada 10-20 Desember 2008 ; PDIP (28,2%), Partai Demokrat 19,4% dan Partai Golkar 13,5%.
Dengan demikian maka tiga lembaga survei dalam kurun waktu yang hampir bersamaan menempatkan Partai golkar pada posisi ketiga dan tiga besar, pada survei Puskaptis ini Golkar berada di posisi keempat. Menurut Husin, tingkat elektabilitas Golkar melorot dikarenakan Golkar enggan memanfaatkan momentum saat pemerintah meluncurkan beberapa kebijakan prorakyat. Ketika ada kebijakan BBM, JK sebagai Wapres yang muncul mengimbangi beberapa komentar miring yang menghantam pemerintah. “Sementara ketika harga BBM turun, SBY yang nongol, inilah yang tidak dimanfaatkan Golkar, sehingga Golkar dimata masyarakat tetap tidak populis” ujar Husin. Selanjutnya dikatakan bahwa Golkar tidak memiliki terobosan yang bisa mendongkrak tingkat popularitasnya. “Hingga kini Golkar tidak punya keputusan ekstrim yang membela rakyat”.
Husin Yazid juga mengungkapkan, berdasarkan survei tersebut, 22,64 % responden mengharapkan perubahan di bidang ekonomi, seperti kebutuhan pokok yang murah, 21,52 % responden berharap ketersediaan lapangan pekerjaan, 21,52 % responden berharap perubahan di bidang kesejahteraan, 14,38 % responden berharap perubahan di bidang pendidikan, dan 14,37 % responden berharap di bidang kesehatan.
Tentang kriteria capres/cawapres yang diinginkan responden, hasil survei menyebutkan yakni kemampuan/kompetensi (27,80 %), pengalaman (22,49 %), integritas (17,61 %), figur/popularitas calon (15,67 %), asal profesi calon (12,02 %) dan dukungan partai (4,40 %).
Sementara hasil survei tentang penilaian responden terhadap cawapres 2009-2014 yang layak mendampingi SBY, yakni SBY-Sultan HB-X (30,78 %), SBY-JK (19,90 %), SBY-Hidayat Nur Wahid (12,07%), SBY-Sutrisno Bachir (8,67), SBY-Akbar Tandjung (8,50), SBY-Sutiyoso (8,16), SBY-Din S (3,57), SBY-Fadel Muhammad (3,23), SBY-Hatta Rajasa (2,72), SBY-Megawati (1,02), SBY-Wiranto (0,85), SBY-Yusril ( 0,51).
Penilaian responden terhadap cawapres 2009-2014 yang layak mendampingi Megawati Soekarnoputri, yakni Megawati-Hidayat NW (40,21 persen), Megawati-Sutiyoso (11,19), Megawati-Akbar T (8,10), Megawati-Prabowo (10,01), Megawati-Sultan HB (9,87), Megawati-JK (9,43), Megawati-Din S (3,83), Megawati-Sutrisno Bachir (3,83), Megawati-Yusril (1,03), Megawati-Wiranto (0,88), Megawati-Hatta Rajasa(0,74) dan Megawati-Fadel M (0,88).
Dari fakta diatas menurut Puskaptis, pendamping SBY terbaik adalah Sultan dengan 30,78%, akan tetapi pasangan ini berada dibawah pasangan Megawati-Hidayat Nur Wahid yang memperoleh dukungan 40,21%. Selain itu juga diungkapkan bahwa konstituen memandang penting kemampuan (kompetensi) capres (27,8%) dan pengalaman capres di urutan kedua (22,49%).
Nah, memang survei Puskaptis ini tampak sangat mengejutkan, karena PKS dalam beberapa bulan terakhir diprediksikan kemungkinan hanya berada dijajaran parpol papan tengah, sementara di papan atas menurut persepsi publik dari hasil survei lainnya masih bertengger PDIP, Partai Demokrat dan Partai Golkar. Selain itu dalam survei ini, Partai Gerindra sebagai parpol yang sudah mendapat elektabilitas pada beberapa survei lainnya juga hilang namanya. Terlepas dari ke “sahih” an hasil tersebut, ini akan diuji dalam survei bulan januari 2008, dimana Golkar akan mulai keluar “kandang”, akan berlari dan gencar beriklan. Sebagai parpol papan atas bersama PDIP pada pemilu 1999 dan 2004, kelihatannya Golkar akan mampu bangkit dan merebut posisinya kembali.
Menanggapi hasil survei ini, Ketua DPP Partai Golkar Syamsul Muarif mengomentari melorotnya Golkar ke posisi keempat, menurutnya survei itu subjektif dan hanya menguntungkan partai yang membayar. “Kita tidak percaya hasil survei itu” ketusnya. Nah, mari kita ikuti terus perkembangan politik dinegeri tercinta ini. Terlepas dari seberapa besar akurasi sebuah hasil survei, data ini memang tidak bisa dipegang 100%, karena merupakan persepsi publik, akan tetapi fakta hasil survei penting bagi penilaian posisi baik parpol maupun capresnya.
Dengan mengabaikan fakta-fakta hasil survei yang kita percayai, maka kita hanya akan berjalan “di lorong yang gelap”, sehingga sangat mudah tergelincir dan jatuh. Politik dan survei adalah sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan. Bagi yang berada di posisi atas kiranya jangan terlalu berbangga hati, bagi yang berada dibawah juga tidak perlu berkecil hati, masih ada waktu walaupun sudah “mepet” sekali. Selamat berjuang Bung !!!
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Survei Puskaptis, PKS Nyalib Golkar.
- 30 Desember 2008
-
Hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) yang di sampaikan oleh Direktur LSN Umar S Bakry Jumat (26/12) tentang lemahnya pasangan SBY-JK apabila dihadapkan dengan pasangan Megawati yang didampingi salah satu pilihan cawapres (Sri Sultan HB-X, Prabowo atau Wiranto) telah menimbulkan getaran spekulasi tentang siapa calon pendamping SBY nanti.
Pada kesempatan tersebut Umar menyatakan bahwa jika pilpres dilakukan hari in maka SBY merupakan capres yang akan dipilih oleh masyarakat. Pesaing utamanya sementara ini hanya Ketua Umum PDIP Megawati. Keduanya diperkirakan kembali akan bertarung dalam sebuah pertarungan klasik. SBY apabila dipasangkan dengan siapa saja tetap berpotensi besar akan menang dalam pilpres 2009, kecuali apabila dipasangkan dengan JK, jelasnya. “Jk itu kartu mati buat SBY. Jadi, bukan buat SBY saja. Dengan capres siapapun jika pasangannya dengan JK akan gagal”, kata Umar selanjutnya.
Menurut Umar berdasarkan survei LSN, rating paling tinggi adalah apabila SBY dipasangkan dengan Sri Sultan HB-X. Alasannya SBY-Sultan mewakili dua tipe yakni kombinasi militer-sipil, lagipula Sultan popularitasnya sedang naik, jadi siapapun capresnya pasti akan berusaha mengincar Sultan sebagai cawapres.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Sutan Bhatoegana menyampaikan bahwa dalam berpolitik, SBY memiliki tata krama, siapapun yang akan mendampingi SBY di pilpres, hanya SBY sendiri yang tahu, kata Sutan. Sementara Ketua DPP Demokrat Bidang Politik Anas Ubaningrum mengatakan, partai Demokrat tidak akan terburu-buru menentukan pendamping SBY. Pertimbangannya adalah adanya kecocokan yang baik secara pribadi dan visi antara keduanya, kedua mempunyai kompetensi memadai sebagi cawapres. “Mampu membantu tugas-tugas Presiden dengan baik, mendapat dukungan dari rakyat yaitu berpotensi besar menambah dukungan pemilih.
Selanjutnya mempunyai potensi dukungan politik yang cukup besar terutama di parleman”. Calonnya akan ditetapkan setelah pemilu legislatif. “Yang penting sekarang SBY-JK tetap berkonsentrasi bekerja untuk menuntaskan tugas dan meningkatkan prestasi”. Anas mengungkapkan “Dari berbagai survei, publik mempunyai penilaian yang beraneka ragam persepsi dan penilaian tentang JK. Kami tidak menentukan pilihan berdasarkan survei saja. Kami menentukan cawapres dengan pertimbangan yang lengkap,”paparnya kepada RM.
Dari beberapa informasi diatas, semakin terlihat bahwa Partai Demokrat semakin hari semakin timbul rasa percaya dirinya, memang dari hasil survei LSN terakhir memperlihatkan bahwa elektabilitas SBY masih diperingkat teratas yakni 32,3% sementara Mega 29,4%. Untuk Megawati, menurut Ketua Fraksi PDIP di DPR Tjahyo Kumolo pasangannya ditentukan melalui jalur survei, sementara ini telah terseleksi empat calon yaitu Sultan HBX, Hidayat Nur Wahid, Prabowo Subianto dan Wiranto. Keputusan cawapres PDIP akan dibahas secara lebih serius dalam Rakornas akhir Januari 2009 di Solo.
Untuk SBY, penentuan cawapresnya kelihatannya baru akan diputuskan pada bulan Mei 2009 setelah pemilu legislatif. Keputusan siapa cawapres, seperti dikatakan oleh Sutan akan diputuskan oleh SBY sendiri, yang menurut Anas telah ditetapkan beberapa kriteria. Cawapres tersebut harus mempunyai kecocokan yang baik secara pribadi dan visi dengan SBY, artinya SBY akan memilih pendampingnya yang dekat dan sefaham. Walaupun Sultan mempunyai rating tertinggi, kasus tidak hadirnya Sultan dalam rapat antara Presiden, Mendagri dengan para Gubernur se Indonesia apapun alasannya sedikit banyak akan berefek negatif dalam hubungan keduanya.
SBY menginginkan cawapres harus berkompeten dalam mengemban tugas sebagai wakil presiden, yang akan dinilai dari segi kemampuan, integritas, pengabdian, dan nasionalisme. Cawapres yang akan dipilih harus berpotensi besar mendapat dukungan dari pemilih, artinya selain calon tersebut di dukung parpol yang kuat, juga elektabilitasnya harus cukup memadai.
Selanjutnya cawapres harus berpotensi mempunyai dukungan politik yang besar terutama di parlemen, ini yang dimaksud oleh SBY sebagai “power sharing”. Artinya mau tidak mau cawapres harus memperkuat dukungan terhadap Partai Demokrat, baik dalam memenuhi syarat yang ditentukan dalam UU Pilpres Nomor 42 tahun 2008 (”Bagi parpol ataupun gabungan parpol untuk dapat mengusung capres dan cawapres harus mendapat 20% kursi DPR atau 25% suara pemilu legislatif secara nasional’). Selain itu cawapres harus diusung oleh parpol yang cukup kuat agar gabungannya dengan Partai Demokrat paling tidak mendekati angka 35-40% kursi DPR.
Dari pembahasan diatas, sementara ini terlihat baru ada tiga calon yang berpeluang sebagai pendamping SBY, pertama JK, kedua Sultan, ketiga Hidayat Nur Wahid. Dalam kondisi terkini, JK dinilai calon terlemah dari penilaian hasil survei. Walaupun faksi pendukungnya di Golkar terus berusaha menjodohkan SBY-JK, diinternal Golkar terdapat faksi yang menolak. Sementara Sultan, sedikit mempunyai hambatan psikologis dengan SBY dan lagipula belum mendapat “mandat” dari Golkar, menunggu pemilu legislatif. Tanpa dukungan Golkar, kecil kemungkinan Sultan akan terpilih sebagai pendamping SBY. Selain itu dengan elektabilitas yang tinggi, adanya keinginan tetap menjadi capres, kelihatannya juga sulit posisi Sultan digeser menjadi cawapres. Kemungkinan besar yang terjadi adalah, apabila perolehan suara Golkar kuat, Sultan akan diusung menjadi Capres Golkar, cawapresnya juga dari Golkar, bisa JK, atau calon Partai koalisi lainnya, baik Prabowo atau Wiranto yang juga mantan petinggi Golkar.
Bagaimana dengan SBY?. Peluang terbaik calon pendamping SBY kelihatannya akan diraih oleh Hidayat Nur Wahid. Dari beberapa syarat yang diajukan Partai Demokrat (dipastikan syarat dari SBY), Hidayat kelihatannya akan mampu memenuhi tiga syarat tadi. Selama ini belum terlihat adanya konflik antara SBY-Hidayat, sebagai Ketua MPR Hidayat mampu menyesuaikan diri dengan SBY dalam penerapan visi. Dengan pendidikan akademis serta pengalaman sebagai Ketua MPR, Hidayat diperkirakan akan mampu memenuhi syarat yang ditetapkan. Dengan elektabilitas yang sudah dimiliki dan dukungan mesin PKS yang solid dan tertata baik, maka Hidayat diperkirakan akan banyak membantu dalam meraih suara. PKS sebagai pendukung Hidayat, diperkirakan akan menjadi parpol papan tengah dan akan berfungsi sebagai kekuatan pendukung Demokrat.
Jadi, kemungkinan kekuatan yang akan maju pada pilpres 2009, terdiri dari blok pasangan SBY-Hidayat NW, didukung Partai Demokrat-PKS dengan beberapa parpol, blok pasangan Sultan-JK (atau calon lain dari Golkar, atau Prabowo, atau Wiranto), dan blok pasangan Megawati yang kemungkinan terbaiknya mengambil Prabowo sebagai cawapres didukung PDIP-Gerindra (dengan beberapa parpol lainnya).
Kondisi tersebut diatas adalah sebuah perkiraan yang dibuat berdasarkan kondisi akhir bulan Desember 2008, yang menyangkut Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS dan Gerindra. Tanpa mengecilkan parpol lain, semua perkembangan politik ditanah air jelas akan berubah tergantung dengan perolehan suara pada pemilu 2009. Ini adalah sebuah topik dan analisa independen yang disusun oleh Blogger Kompasiana, sebuah sumbangan kecil dilautan politik yang demikian luas dan besar gelombangnya.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Siapa Pendamping SBY Pada Pilpres 2009?
- 25 Desember 2008
-
Sebuah hasil survei yang dilansir oleh lembaga survei Indonesian Political Marketing Research (IPRM) pada Selasa (23/12) menyebutkan bahwa Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Prabowo Subianto menduduki posisi kedua dibawah SBY yang tetap menduduki posisi teratas, sementara Megawati menduduki posisi ketiga.
Lembaga survei IPRM didirikan oleh perusahaan konsultan pemasaran dan bisnis Marplus Insight. Chief Executive Associate Partner Markplus Insight Taufik pada jumpa pers mengenai Political Tracking Research untuk Pileg dan Pilpres 2009 mengatakan “Survei ini merupakan yang terbesar, terlengkap, dan relevan dengan situasi calon pemilih Indonesia yang sangat heterogen”. IPRM dapat dikatakan baru melaksanakan survei khusus untuk kepentingan internal , selanjutnya dijelaskan Taufik bahwa IPRM adalah lembaga survei yang independen, bebas dari pesanan parpol. Hasil surveinya akan dijual kepada 38 parpol peserta pemilu 2009.
Survei dari lembaga riset politik MarkPlus ini menyebutkan SBY dianggap oleh 62,8 persen dari 16.800 responden pantas sebagai calon presiden. Jumlah 62,8 persen ini terdiri dari 35,3 persen disebut pertama oleh responden, 18,5 persen secara spontan ketika diajukan pertanyaan dan 9,1 persen ketika dibantu.
Prabowo meraih 45,3 persen dan Megawati 37,7 persen. Namun Megawati lebih banyak disebut pertama yakni 15,2 persen, dibandingkan Prabowo yang hanya 9,2 persen.
Berikutnya baru Sri Sultan Hamengku Buwono X yang mendapat 28,9 persen, Soetrisno Bachir 20,9 persen, Amien Rais 20,1 persen, Wiranto 20,1 persen, Jusuf Kalla 16 persen, Hidayat Nur Wahid 14,4 persen dan Abdurrahman Wahid 11,8 persen.
Survei ini berbasis daerah pemilihan, melibatkan 16.800 responden di 33 provinsi. Responden dibagi berdasarkan kuota jenis kelamin, status ekonomi & sosial dan usia. Tingkat kepercayaan 95 persen, dengan margin of error 0,75 persen. Survei dilakukan minggu pertama dan minggu ketiga November 2008, namun baru dilansir hari Selasa, 23 Desember 2008.
Sementara itu Reform Institute mengeluarkan hasil survei 13-25 November tentang keterpilihan atau elektabilitas parpol. Partai Demokrat menempati tempat teratas (26,36%), PDIP (17,80%), Golkar (14,16%), Gerindra (6,56%), PKS (5,16%). Yang paling menonjol dicatat oleh Reform institute, Partai Gerindra mengalami kemajuan tercepat, pada survei Juni-Juli masih berada diurutan ke-28 (0,08%), melejit menjadi 6,56% pada bulan November 2008.
Khusus tentang tingkat kesukaan pemilih dalam berkoalisi, dari (26,36%) responden pemilih Partai Demokrat, dimana sebanyak (30,05%) pemilih menginginkan berkoalisi dengan Partai Golkar, (13,96%) menyukai koalisi dengan PDIP, (11,08%) menyukai koalisi dengan PKS, dengan PAN (5,61%), PKB (4,4%), dengan Gerindra (3,49%).
Responden Partai Golkar yang 14,16% sebahagian besar lebih suka koalisi dengan Partai demokrat (38,14%), dengan PDIP (15,54%), dengan Hanura (5,65%), dengan Gerindra (4,52%), dengan PKS (3,95%). Disini juga terlihat bahwa di kalangan pemilih Golkar masih ada yang bersimpati kepada dua mantan sesepuh Golkar Wiranto dan Prabowo, terbaca dengan adanya keinginan koalisi.
Responden PDIP menginginkan koalisi dengan Partai Golkar (26,74%), serta koalisi dengan Partai Demokrat (13,48). Partai Gerindra yang mendapat dukungan 6,56%, pemilihnya menginginkan koalisi dengan Partai Golkar (21,15%) dan koalisi dengan Partai Demokrat/PAN (12,20%).
Pemilih PKS menginginkan koalisi dengan Partai Demokrat (29,46%), dengan PAN (18,6%), dengan Golkar (9,3%), dengan PPP (4,65%), dengan Gerindra (4,56%).
Dari fakta-fakta tersebut diatas, mulai terlihat sebuah peta politik tentang posisi capres, kekuatan dan posisi parpol serta kekuatan ideal koalisi parpol. SBY sebagai incumbent hingga saat ini masih belum tergoyahkan dari posisi teratas dengan elektabilitas tertinggi 62,8%, pada posisi kedua terlihat Prabowo mulai mengimbangi Megawati, bahkan secara akumulatif Prabowo lebih tinggi elektabilitasnya. Pada posisi keempat diduduki oleh Sri Sultan. Elektabilitas Sultan sayangnya kurang menonjol, mungkin ini disebabkan karena kurangnya beriklan di media massa.
Pada parpol, posisi PDIP dan Partai Demokrat saling berebut tempat teratas, pada survei LSI yang dilakukan 5-15 Desember, PDIP menduduki tempat teratas dengan 31%, Reform Institute menyebutkan PDIP hanya mendapat 17,8%. Partai Demokrat oleh LSI ditempatkan pada posisi kedua (19,3%), justru oleh Reform Institute menduduki tempat pertama (26,63%). Kedudukan Partai Golkar hampir sama LSI (11,9%), Reform Institute (14,16%). Dengan demikian terlihat sementara ini kemungkinan yang akan menjadi parpol papan atas adalah Partai Demokrat, PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Sementara yang terlihat akan menjadi parpol papan tengah sementara ini diperkirakan baru Partai Gerindra dan PKS.
Yang menarik adalah peta koalisi. Partai Golkar adalah parpol yang paling disukai untuk dijadikan partner koalisi, Golkar disukai pemilih Partai Demokrat (30,05%), pemilih PDIP (26,74%) dan Gerindra (21,15%). Partai terfavorit kedua sebagai partner koalisi adalah Demokrat, disukai pemilih Golkar (38,14%), pemilih PKS (29,46%). Sementara PDIP hanya disukai pemilih sebagai pilihan kedua berkoalisi dari Demokrat dan Golkar. PKS dan Gerindra pemilihnya kurang menyukai koalisi dengan PDIP. PKS hanya disukai pemilih sebagai pilihan kedua partner koalisi dari Demokrat, pilihan kelima dari pemilih Golkar. PDIP dan Gerindra pemilihnya tidak berminat koalisi dengan PKS. Pemilih PKS lebih menyukai berkoalisi dengan Partai Demokrat, pilihan kedua PAN, pilihan ketiga Golkar dan pilihan keempat PPP, pilihan kelima Gerindra. Sementara Gerindra pemilihnya hanya suka koalisi dengan Golkar, pilihan kedua Demokrat.
Dengan demikian maka peta parpol dan capres terkuat akan dikuasai apabila Partai Demokrat berkoalisi dengan Golkar, capresnya SBY, wapres dari Golkar (JK atau Sultan). Koalisi keduanya sementara ini akan mendapat kekuatan gabungan pemilih hingga 40,52%, dengan elektabilitas capresnya 62,8%, belum ditambah elektabilitas cawapres. Kekuatan capres kedua akan dipegang oleh PDIP dengan capres Megawati. PDIP kelihatannya akan menjumpai masalah dalam berkoalisi, pemilihnya tergambar hanya menyukai koalisi dengan Golkar dan Demokrat. Sementara pemilih PKS tidak menyukai koalisi dengan PDIP, lebih suka apabila PKS berkoalisi dengan Demokrat. Demikian juga pemilih Gerindra lebih suka koalisi dengan Golkar atau Demokrat. Dengan demikian maka kemungkinan peta lama akan kembali terulang, PKS akan merapat ke Partai Demokrat.
Jadi tanpa adanya perubahan yang signifikan maka apabila Golkar dan Demokrat berkoalisi, kemungkinan besar SBY yang akan kembali menjadi Presiden. Bagaimana mengatasi kebuntuan PDI Perjuangan? Peluang PDIP hanya berada ditangan Sri Sultan, dengan catatan Sultan mampu merebut posisi sebagai pemegang “mandat” dari Golkar. Artinya Sultan harus diajukan sebagai calon oleh Golkar, dan mau berkoalisi dengan PDIP. Sultan akan kuat apabila mampu merebut Golkar. Hambatan utamanya karena Sultan sudah terlalu yakin sebagai Capres tapi belum meiliki parpol pendukung yan kuat. Jadi pilihannya hanya satu yaitu Golkar dimana dia sudah menjadi kader.
Mungkin Prabowo adalah salah satu harapan dari PDIP, bisa diperkirakan Gerindra akan menjadi parpol papan tengah, masalahnya hanya karena para pemilih kedua parpol kurang mendukung koalisi tersebut. Yang mungkin bisa diandalkan adalah elektabilitas Prabowo yang diperkirakan semakin hari akan semakin tinggi dengan jalan pintas iklannya. Kalau Golkar lepas dari tangan SBY, maka yang terbaik bagi Demokrat adalah koalisi dengan PKS, dengan cawapres Hidayat Nur Wahid, ditambah beberapa parpol kecil lainnya. Gabungan kedua parpol inipun diperkirakan akan mampu memenuhi peryaratan UU pilpres dalam mengajukan capres.
Perjalanan menuju pemilu hanya beberapa bulan lagi, demikian juga dengan pilpres, masih banyak kemungkinan yang akan memengaruhi para konstituen, tanpa adanya gebrakan yang berarti maka “golput apatis” diperkirakan akan semakin banyak. Inilah saatnya para elit partai meunjukkan kepiawaiannya dalam menyusun sebuah strategi agar dapat menarik minat golput dan menerima amanah dalam memimpin bangsa ini. Jujur, bijaksana, mumpuni dan pro rakyat itulah kunci seorang pemimpin masa kini yang sangat didamba rakyatnya. Bravo.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
SBY, Prabowo, Mega dan Peta Politik
- 6 Desember 2008
-
Momentum reformasi politik dan demokrasi di Indonesia terjadi setelah dilaksanakannya Pemilu pada 1997. dengan kondisi politik yg ada, maka pemilu yang seharusnya dilaksanakan lima tahun lagi diajukan pada 7 Juni 1999. Peserta pemilu terdiri dari 48 parpol, 34 diantaranya berasas Pancasila, 10 parpol berasas Islam dan 4 parpol berasas lainnya. Pada pemilu 1999 maka PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 153 kursi, Golkar 120, PPP 58, PKB 51 dan PAN 34 kursi. Pada pemilu ini Partai Keadilan sebagai partai baru tidak memenuhi “electoral treshold”, sehingga tidak bisa mengikuti pemilu selanjutnya pada 2004.
Pada pemilu yang dilaksanakan 5 April 2004, parpol peserta pemlu berjumlah 24 buah. Dari 24 parpol, tercatat ada 7 parpol yang mendapat perolehan suara cukup besar berdasarkan jumlah perolehan kursi dan lolos dari electoral treshold (ambang batas pemilihan). Golkar menduduki peringkat pertama memperoleh 128 kursi, PDIP 109, PPP 58, Partai Demokrat 57, PAN 52, PKB 52 dan PKS 45.
Dari kedua pemilu tersebut terlihat bahwa Partai Golkar dan PDIP adalah parpol papan atas, hanya saling bertukar tempat. Yang menarik pada pemilu 2004 terdapat dua parpol dengan nama baru yang mampu masuk dalam kelompok parpol papan tengah yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Partai Demokrat menjulang tinggi karena ada “SBY” sebagai daya tarik utama, sementara PKS sebenarnya Partai Keadilan yang berubah wajah menjadi Partai Keadilan ditambah Sejahtera. Partai yang berasas Islam ini unik, tidak mempunyai tokoh “pemeran utama”, tapi mampu meyakinkan konstituen dengan menjual programnya. Belajar dari kegagalan pada pemilu 1999 PKS dengan cerdik mampu masuk dijajaran elit di papan tengah. Langkahnya yang mendukung SBY untuk maju pada pilpres 2004 diantaranya yang menjadikan SBY menjadi presiden.
PKS yang konon didukung banyak Doktor didalamnya dengan cerdik dan “nekat” mencantumkan beberapa tokoh nasional dalam materi iklannya menjelang pemilu 2009. PKS memasang tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno, KH Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, M Natsir, Muhammad Hatta, Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Yang paling “nekat” PKS juga memasang foto Pak Harto. Di akhir tayangan iklan muncul suara “Terima kasih Guru Bangsa, terima kasih pahlawan, kami akan melanjutkan langkah bersama PKS”.
Dari iklannya yang oleh banyak pihak diprotes dan kemudian menjadi kontroversi, muncul tuduhan bahwa PKS mau menunjukkan, semua kelompok akan diakomodasi, dari orde lama, orde baru, hingga orde reformasi, juga termasuk kelompok nasionalis maupun Islam. Kini, langkah “berani lanjutan” PKS diantaranya akan memberikan PKS Award kepada putri mendiang Pak Harto, Siti Hardiyati Rukmana (Mbak Tutut). Lengkaplah strateginya yang mencoba menarik para pengikut Soeharto agar bersimpati. Selama ini keluarga Cendana selalu ditekan, persoalannya tidak pernah ada kata putus terhadap status hukum Pak Harto. Semua pihak takut bersuara, takut dihujat. Maka langkah PKS ini adalah langkah yang sangat strategis, langsung menusuk kedalam kantong-kantong dan jantung konstituen Golkar.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, Ketua Umum Golkar bereaksi dan mengatakan bahwa tidak masalah PKS masuk kedalam lingkungan keluarga Cendana lewat program penghargaan kepada Mbak Tutut. “Namanya kampanye, ingin merebut hati orang, kalau tidak begitu bukan kampanye” katanya. Diakuinya, metode kampanye PKS positif, namun berisiko. Sebaliknya, JK mengatakan Golkar yang menghormati jasa-jasa besar almarhum Soeharto, mengucapkan terima kasih kepada PKS yang juga berpandangan sama dengan partainya. “Kita berterima kasih. Baguslah itu supaya ada kawan yang menghormati Pak Harto, jadi kita berterima kasih juga kepada PKS” katanya.
Didalam dunia perpolitikan, ungkapan seorang Ketua Umum Partai adalah gambaran dari partainya. Kalau yang menyatakan seorang ketua DPP saja, belum tentu itu merupakan pernyataan partai. Dari apa yang dikatakan JK, kita bisa menafsirkan dua hal, pertama Golkar “agak” khawatir dengan langkah “brilian” PKS tersebut. Ada istilah dalam golf yang mungkin tepat dipakai dalam dunia blogger “Lengbet”, artinya kalau tidak waspada maka Golkar kalau “meleng” akan disabet konstituennya oleh PKS. Golkarpun selama ini sebagai bekas “anak buah” Pak Harto kurang berani secara eksplisit masuk diwilayah ini. Sejatinya sejak jaman terbentuknya dahulu Golkar selalu identik dengan Pak Harto. Langkah sang Ketua Umum ini lebih terlihat merupakan usaha dalam menjaga kadernya yang “Soehartois” agar tidak lari kepelukan PKS. Memang tajam “intuisi” bapak yang satu ini.
Yang kedua, JK secara halus mengisyaratkan, persetujuannya atas langkah strategi PKS yang penulis sebut “gempur di semua lini”, dalam bahasa politik kira-kira diartikan “langkahnya bagus, kita bisa sejalan dan mungkin nanti bisa berkoalisi”. Isyarat-isyarat seperti ini jelas akan menyejukkan para tokoh keras Golkar seperti Surya Paloh yang menginginkan Golkar maju sebagai presiden. Mungkin mulai terpikirkan Golkar akan berkoalisi dengan PKS nampaknya.
Memang sangat sulit bagi parpol Islam untuk menggerus suara dari parpol nasionalis, beberapa pemerhati mengatakan parpol Islam disarankan tidak terjebak dalam politik identitas yang hanya mengedepankan simbol keagamaan. Menurut Direktur riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi, bahwa perubahan perilaku pemilih masyarakat sangat cepat. Mayoritas pemilih Indonesia beragama Islam, namun dalam menentukan piihannya, mereka tidak terlalu perduli dengan identitas parpol. Pemilih muslim lebih mengutamakan pertimbangan rasional dibandingkan perintah agama. “Karena menggunakan pemikiran rasional, partai-partai non-Islam yang dinilai lebih mampu menjaga rasionalitas akan mendapat dukungan besar dari pemilih muslim maupun pemilih non-muslim”.
Parpol besar benar-benar harus mewaspadai langkah rasional yang “hebat dan nekat” PKS ini, PKS kini mencoba masuk ke wilayah nasionalis, parpol yang paling lemah dan rawan adalah Golkar, lemah karena Golkar tidak mempunyai tokoh sentral, “patron” pengikat, juga rawan karena terdapat beberapa faksi didalamnya. Berbeda dengan Partai Demokrat dan PDIP yang memiliki SBY dan Mega. Kalau kurang hati-hati, salah-salah nanti PKS akan mengimbangi perolehan suara dari Partai Golkar. Maaf, ini hanya sebuah analisa seorang blogger tua pak, belum tentu benar juga. Hanya membaca situasi dan kondisi yang berkembang. PRAY.
Golkar Mulai Membaca Gerilya PKS
- 21 November 2008
-
Ini hari Jumat, hari baik bagi umat Islam, sambil melaksanakan sholat Jumat, biasanya penulis bersilaturahmi dengan warga di Mesjid Khusnul Khotimah yang dibangun secara swadaya. Hari terbaik diantara hari-hari biasa lainnya, kita akan mendengarkan kutbah dari khatib.dimana hati ini akan digosok, dibersihkan agar kerak-kerak yang melekat kotor selama seminggu dapat berguguran.
Dihari baik ini penulis tertarik membaca di surat kabar Rakyat Merdeka sebuah wawawancara tentang prediksi pertarungan pasangan capres pada pilpres 2009. Melihat isinya yang berbobot, penulis mengambil beberapa, dan dikemas menjadi tulisan ini. Mudah-mudahan ini dapat menambah wawasan pembaca Kompasiana. Ini adalah sebuah informasi, jangan ditelan mentah-mentah, jangan “prejudice” walau tidak suka. Ini bisa dijadikan bahan renungan dan pelengkap analisa selanjutnya demi kepentingan baik individu maupun kelompok masing-masing.
Yang dijadikan sumber adalah Prof.Dr.Muladi SH ilmuwan yang menjadi politisi, kini menjadi salah satu Ketua DPP Partai Golkar. Kalau yang membuat ramalan orang yang tidak jelas, saya akan melupakannya. Tapi Pak Muladi ini cukup kredibel berbicara tentang capres, ia berani dan lugas. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Rektor Universitas Diponegorop, aktif di Habibie Center. Sejak 30 Agustus 2005 dipercaya menduduki pos Gubernur Lemhannas.
Muladi mengatakan kini duet SBY-JK sulit tertandingi, kunci keberhasilannya terletak pada kinerja dibidang ekonomi nya sangat baik. Di internal Golkar, suara yang menginginkan duet SBY-JK keras sekali. Menurutnya ini realistis karena yang dipilih di Pilpres bukan Parpol melainkan “figur”. Koalisi diperkirakan mungkin akan terjadi antara Golkar, Demokrat, PPP dan PKS.
Golkar sudah sepakat tidak akan ada konvensi, dasar untuk penentuan capres-cawapres akan ditetapkan melalui hasil survei, dari 2 atau 3 lembaga yang kredibel. Dari hasil preliminary survei pasangan SBY-JK dinilai tetap menonjol. Ini realitas politik katanya, daripada nanti maju tapi kalah. Muladi berani dan lugas mengatakan tentang fenomena munculnya Fadel Muhammad, Yuddy Chrisnandy dan Sri Sultan untuk menjadi capres, menurutnya ini lebih merupakan gerakan pribadi, bukan institusi, di Golkar tidak mendapat apresiasi katanya (sambil meminta maaf).
Muladi mengatakan Golkar adalah pengaman yang luar biasa (”baca juga tulisan Pray di Kompasiana, Public, judul Golkar The Bodyguard“). Kalau nanti pasangan SBY-JK tetap dan suara Golkar signifikan maka Golkar yang berjasa besar dalam pemerintahan ini harus mendapat porsi yang besar pula dalam kabinet, paling tidak sepertiga dipegang Golkar.
Dikatakannya bahwa Capres yang akan ikut pilpres jumlahnya tidak akan lebih dari tiga pasang. Capres ketiga yang akan maju kemungkinan kalau tidak Prabowo ya Wiranto. Tapi mereka harus bisa mengumpulkan suara yang 20/25 persen seperti yang disyaratkan UU Pilpres. Kedua tokoh itu mempunyai partai yang infrastrukturnya kuat didaerah. Keduanya diperkirakan imbang dan tidak tertutup kemungkinan berkoalisi kalau terpepet.
Penilaiannya terhadap beberapa parpol ; PPP sudah terang-terangan mendukung SBY, PKB internalnya rawan, PKS masih tengok kiri kanan, kemungkinan besar juga akan mendukung SBY, PAN tidak bisa dikira-kira karena tantangan nya besar, banyak mengkader artis, beberapa kadernya pindah ke PMB dan PKS.
Muladi meramal pilpres kemungkinan akan berlangsung dalam dua putaran, karena untuk mencapai 50% suara tidaklah mudah. PDIP sebenarnya ingin sekali berkoalisi dengan Golkar, tapi selama PDIP sudah mencalonkan kadernya sebagai presiden, sulit bagi Golkar untuk mengambil sikap. Atas pertanyaan gagasan koalisi versi Ketua Dewan Pembina Golkar Surya Paloh, dikatakannya yang dilakukan Surya Paloh lebih pada kepentingan kelompok tertentu dan personal, ide ini tidak mendapat dukungan dari DPP.
Terakhir Prof.Muladi mengatakan kalau koalisi Golkar, Demokrat, PPP dan PKS benar-benar terjadi, ya sudah sulit dilawan. Itulah masukan di pagi yang baik ini, memang pendapat seseorang tidak bisa begitu saja dikatakan benar, karena kebenaran dalam berpolitik sangatlah sulit diterjemahkan dan terwujud. Yang perlu kita ingat adalah bahwa bicara politik artinya berbicara kepentingan, berbicara kekuasaan. Yang biasanya diutamakan kepentingan seseorang, kepentingan faksinya, dan terahir kepentingan partai. Mudah-mudahan nanti ujung-unjungnya adalah kepentingan nasional Indonesia yang akan tetap abadi, tapi anehnya sering diabaikan dan bahkan kadang dilupakan. Semoga di 2009 tidak begitu. PAKDE PRAY, Guest Blogger.
No comments:
Post a Comment